Jenis, Penyebab dan Penanganan Kerusakan Aspa
Jenis – jenis
kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Deformasi: bergelombang, alur, ambles, sungkur, mengembang, benjol dan
turun.
2) Retak: memanjang, melintang, diagonal, reflektif, blok, kulit buaya, dan
bentuk bulan sabit, halus, susut.
3) Kerusakan di pinggir perkerasan: pinggir retak/pecah dan bahu turun.
4) Kerusakan tekstur permukaan: butiran lepas, kegemukan, agregat licin dan
stripping.
5) Kerusakan lubang
6) Tambalan dan Galian Utilitas
7) Persilangan jalan rel.
8) Erosi Jet Blast
9) Tumpahan Minyak
10) Konsolidasi atau Gerakan Tanah Pondasi
A. Deformasi
Deformasi yaitu perubahan permukaan jalan dari profil aslinya merupakan
kerusakan penting karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu lintas, dan
mencerminkan kerusakan struktur perkerasan. Mengacu pada AUSTROADS (1987)
dan Shahnin (1994) beberapa tipe deformasi perkerasan Lentur adalah :
1. Bergelombang / keriting (Corrugation)
Keriting atau
bergelombang adalah kerusakan akibat terjadinya deformasiplastis yang
menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah
perkerasan. Biasa terjadi pada lokasi dimana lalu lintas sering bergerak
dan berhenti atau saat kendaraan mengerem pada turunan, belokan tajam atau
persimpangan. Gelombang-gelombang terjadi pada jarak yang relatif teratur,
dengan panjang kerusakan kurang dari 3 m di sepanjang perkerasan.
Faktor Penyebab
dari adanya kerusakan
a.
Aksi lalu lintas dan permukaan perkerasan
atau lapis pondasi yang tidak stabil karena kadar aspal terlalu tinggi
b.
agregat halus terlalu banyak, agregat
berbentuk bulat dan licin, semen aspal terlalu lunak, kadar air terlalu tinggi
c.
Kadar air dalam lapis pondasi granuler
(granular base) terlalu tinggi, sehingga tidak stabil.
Resiko lanjutannya
a.
Area yang mengalami keriting meluas
b.
Mengurangi kenyamanan dan keselamatan
kendaraan
Data yang diperlukan
untuk perbaikan yaitu
a.
Kedalaman maksimum di bawah
straight-edge, panjang 1,2 in,
b.
Jarak dari puncak ke puncak gelombang
keriting,
c.
Panjang perkerasan yang dipengaruhi
kerusakan tersebut.
Untuk cara
penanganannya
a.
Menambal di seluruh kedalaman.
b.
Jika perkerasan mempunyai agregat pondasi
(base) dengan lapisan tipis perawat permukaan, maka permukaan dikasarkan,
kemudian dicampur dengan material pondasi, dan dipadatkan lagi sebelum
meletakkan lapisan permukaan kembali (resurfacing).
c.
Jika perkerasan mempunyai tebal
permukaan aspal dan pondasi melebihi 50 mm, keriting dangkal dapat dibongkar
dengan mesin pengupas (pavement milling machine), diikuti dengan
lapis tambahan (overlay) dari campuran aspal panas 1-1MA (hot mix) agar
struktur perkerasan lebih kuat.
2. Alur (rutting)
Alur adalah deformasi
permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya perkerasan ke arah memanjang
pada lintasan roda kendaraan akibat beban lalu lintas yang berulang pada
lintasan road sejajar dengan as jalan, biasanya baru tampak jelas saat hujan. Gerakan
ke atas perkerasan dapat timbul di sepanjang pinggir alur. Alur biasanya banyak
nampak jelas ketika hujan dan terjadi genangan air di dalamnya. Menurut Asphalt
Institute MS-17, sebab-sebab terjadiya alur adalah disebabkan oleh pemadatan
(deformasi tanah dasar) atau perpindahan campuran aspal yang tidak stabil.
Faktor Penyebab
kerusakan yaitu
a.
Pemadatan lapis permukaan dan pondasi
(base) kurang, sehingga akibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.
b.
Kualitas campuran aspal rendah, ditandai
dengan gerakan arah lateral dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban
roda berat
c.
Gerakan lateral dari satu atau lebih
dari komponen pembentuk lapis perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya
alur pada lintasan roda yang disebabkan oleh
deformasi dalam lapis pondasi atau tanah-dasar
d.
Tanah-dasar lemah atau agregat pondasi
(base) kurang tebal,
periadatan atau terjadi
pelemahan akibat infiltrasi air tanah agregat pondasi (base) kurang tebal,
dan infiltrasi air tanah.
Resiko lanjutan
a.
Terjadi kenaikan perkerasan secara
berlebihan di sepanjang sisi alur.
b.
Mengurangi kenyamanan dan keselamatan
kendaraan.
c.
Alur apabila diuenangi air, selain
kerusakan lebih meluas, juga dapat mengakibatkan kecelakaan kendaraan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Kedalaman maksimum dibawah straight-edge
yang panjangnya 1,2 m, dan dipasang melintang.
b.
Panjang alur.
Cara penanganannya
yaitu
a.
Seluruh kedalaman atau penambahan lapis
tambahan (overlay) campuran aspal panas (hot mix) dengan perataan dan pelapisan
permukaan. Perbaikan alur dengan menambal permukaan, umumnya hanya
untuk perbaikan sementara.
b.
Jika penyebabnya adalah lemahnya lapis
pondasi (base) atau tanah-dasar, pembangunan kembali perkerasan secara total
mungkin diperlukan, ternasuk juga penambahan drainase, terutama jika air
menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan.
3. Amblas (depressions)
Amblas adalah
penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang mungkin dapat diikuti
dengan retakan penurunan. Ditandai dengan adanya genangan air pada pemiukaan
perkerasan yang membahayakan lalu-lintas yang lewat diukur dengan
straightedge.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Beban lalu-lintas berlebihan.
b.
Penurunan sebagian dari perkerasan
akibat lapisan di bawah perkerasan mengalami penurunan.
Cara penanganannya
yaitu
a.
Perawatan permukaan (surface treatment)
atau micro surfacing.
b.
Untuk area kerusakan yang besar,
perbaikan dapat dilakukan dengan menambal kulitnya (permukaan), atau menambal
pada seluruh kedalaman.
. Sungkur (shoving)
Sungkur adalah
perpindahan permanen secara lokal dan memanjang dari permukaan perkerasan yang
disebabkan oleh beban lalu lintas. Karena saat lalu lintas mendorong
perkerasan, timbul gelombang pendek di permukaannya. Sungkur melintang dapat
timbul oleh gerakan lalu lintas membelok. Sungkur biasa terjadi pada perkerasan
aspal yang berbatasan dengan perkerasan beton semen portland perkerasan beton
bertambah panjang oleh kenaikan suhu dan menekan perkerasan aspal.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Stabilitas campuran lapisan aspal
rendah. Kurangnya stabilitas campuran dapat disebabkan oleh terlalu tingginya
kadar aspal,terlalu banyaknya agregat halus, agregat berbentuk
bulat dan licin atau terlalu lunaknya semen aspal.
b.
Terlalu banyaknya kadar air dalam lapis pondasi granuler(granular
base).
c.
Ikatan antara lapisan perkerasan tidak
bagus
d.
Tebal perkerasan kurang.
Resiko lanjutan
a.
Area yang mengalami sungkur meluas.
b.
Mengurangi kenyamanan dan keselamatan
kendaraan.
c.
Memicu terjadinya retakan dan air masuk
ke dalam perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Kedalaman maksimum cembungan diukur dari
puncaknya, dengan menggunakan straight-edge yang panjangnya 1,2 m.
b.
Luas kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan yang paling baik dilakukan
dengan menambal di seluruh kedalaman.
b.
Jika perkerasan mempunyai agregat
pondasi (base) dengan perawat permukaan tipis, kasarkan permukaan, campur
dengan material agregat pondasi, dan padatkan sebelum
meletakkan lapisan permukaan kembali (resurfacing).
c.
Jika perkerasan mempunyai tebal
permukaan aspal dan lapis pondasi 50 mm, sungkur dangkal dapat dibongkar dengan
mesin pengupas (pavement milling machine), yang diiikuti dengan lapis tambahan
campuran aspal panas (hot mix) agar memberikan kekuatan yang cukup pada
perkerasan.
5. Mengembang (swell)
Pengembangan adalah
gerakan lokal ke atas dari perkerasan akibat pengembangan (pembekuan air) dari
tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan. Perkerasan yang naik akibat
tanah dasar yang mengembang ini dapat menyebabkan retaknya permukaan aspal. Pengembangan
dapat dikarakteristikkan dengan gerakan perkerasan aspal, dengan panjang
gelombang > 3 m.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Mengembangnya material lapisan di bawah
perkerasan atau tanah-dasar.
b.
Tanah dasar perkerasan mengembang, bila
kadar air naik. Umumnya, hal ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung yang
intidali mengembang (lempung montmordlonite) oleh kenaikan kadar air.
Resiko lanjutan
a.
Mengurangi kenyamanan dan membahayakan
keselamatan kendaraan.
b.
Memicu terjadinya retakan.
Data yang diperlukan untuk
perbaikan
a.
Ketinggian maksimum cembungan diukur
dari puncaknya, dengan menggunakan straight-edge yang panjangnya 1.2 m atau
lebih.
b.
Luas kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Menambal di seluruh kedalaman
b.
Pembongkaran total area yang rusak dan
menggantikannya dengan material baru.
c.
Perataan permukaan dengan cara
menimbunnya dengan material baru.
d.
Sembarang cara, untuk perbaikan
pennanen, pada prinsipnya harus ditujukan untuk menstabilkan kadar air dalam
struktur perkerasan.
6. Tonjolan dan turun (hump and sags)
Tonjolan adalah
gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil dari permukaan
perkerasan aspal. Sags adalah gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan.
Bila perpindahan terjadi dalam area yang luas, disebuh swelling. Benjol
mempunyai pola tegak lurus arah lalu
lintas. Kerusakan benjol tidak sama dengan sungkur, di mana kerusakan
sungkur diakibatkan oleh perkerasan yang tidak stabil. Jika benjolan nampak
mempunyai pola tegak lurus arah lalu-lintas dan berjarak satu sama lain kurang
dari 10 ft (3 m), maka kerusakannya disebut keriting (corrugation).
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Tekukan atau penggembungan dari
perkerasan pelat beton di bagian bawah yang diberi lapis tambahan (over/ay)
dengan aspal.
b.
Kenaikan oleh pembekuan es (lensa-lensa
es).
c.
Infiltrasi dan penumpukan material dalam
retakan yang diikuti dengan pengaruh beban lalu-lintas
Resiko lanjutan
a.
Mengurangi kenyamanan dan keselamatan
kendaraan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Benjol dan penurunan diukur panjang dan
tingginya.
Cara perbaikan
a.
Cold mill.
b.
Penambalan dangkal, parsial atau di
seluruh kedalaman.
c.
Pelapisan tambahan (overlay).
B. Retak (Crack)
Retak dapat terjadi
dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan
melibatkan mekanisme yang kompleks. Secara teoritis, retak dapat terjadi bila
tegangan taik yang terjadi pada lapisan aspal melampui tegangan tarik maksimum
yang dapat ditahan oleh perkerasan tersebut. Misalnya, retak cleh kelelahan
(fatigue) terjadi akibat tegangan tank berulang-ulang akibat beban lalu-lintas.
Perkerasan yang kurang kuat tidak mempunyai tahanan terhadap tegangan tarik
yang tinggi. Mengacu pada AUSTROADS (1987), retak pada perkerasan lentur dapat
dibedakan menurut bentuknya yaitu :
1. Retak memanjang (longitudinal craks)
Retak berbentuk
memanjang pada perkerasan jalan, dapat terjadi dalam bentuk tunggal atau
berderet yang sejajar dan kadang-kadang sedikit bercabang. Retak memanjang
dapat terjadi oleh labilnya lapisan pendukung dari struktur perkerasan. Retak
memanjang dapat timbul oleh akibat beban maupun bukan. Retak yang bukan akibat
beban, misalnya oleh akibat adanya sambungan pelaksanaan ke arah memanjang.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Gerakan arah memanjang oleh akibat
kurangnya gesek internal dalam lapis pondasi (base) atau tanah-dasar, sehingga
lapisan tersebut kurang stabil.
b.
Adanya perubahan volume tanah di dalam
tanah-dasar oleh gerakan vertikal.
c.
Penurunan tanah urug atau bergeraknya
lereng timbunan. Lebar celah bisa mencapai 6 mm, sehingga memungkinkan adanya
infiltrasi air dari permukaan.
d.
Adanya penyusutan semen pengikat pada
lapis pondasi (base) atau tanah-dasar.
e.
Kelelahan (fatigue) pada lintasan roda.
f.
Pengaruh tegangan termal (akibat
perubahan suhu) atau kurangnya pemadatan.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
c.
Retak dengan celah yang terlalu besar
memungkinkan air masuk ke lapis pondasi dan tanah-dasar, sehingga melemahkan
lapisan pendukung perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Panjang retak yang dominan.
c.
Jarak retakan.
d.
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan atau penutupan retakan
didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya
2. Retak melintang (transverse cracks)
Retak melintang
merupakan retakan tunggal (tidak bersambungan satu sama lain) yang melintang
perkerasan. Perkerasan, retak ketika temperatur atau lalu-lintas menimbulkan
tegangan dan regangan yang melampaui kuat tarik atau kelelahan dari campuran
aspal padat. Retak macam ini biasanya berjarak yang mendekati sama. Retak
melintang akan terjadi biasanya berjarak lebar, yaitu sekitar 15 -
20 m. Dengan berjalannya waktu, retak melintang berkembang pada
interval jarak yang Iebih pendek. Retak awalnya nampak sebagai retak rambut,
danakan semakin lebar dengan berjalannya waktu.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Penyusutan bahan pengikat pada lapis
pondasi dan tanah-dasar.
b.
Sambungan pelaksanaan atau retak susut
(akibat temperature rendah atau pengerasan) aspal dalam permukaan.
c.
Kegagalan struktur lapis pondasi.
d.
Pengaruh tegangan termal (akibat
perubahan suhu) atau kurangnya pemadatan.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
lalu-lintas.
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
c.
Retakan dengan celah yang terlalu besar
memungkinkan air masuk ke lapis pondasi dan tanah-dasar, sehingga melemahkan
lapisan pendukung perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Panjang retak yang dominan.
c.
Jarak retakan.
d.
Luas dacrah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan atau penutupan retakan
didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya
3. Retak diagonal (diagonal cracks)
Retak diagonal adalah
retakan yang tidak bersambungan satu sama lain yang arahnya diagonal terhadap
perkerasan.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Refleksi dari retak susut atau sambungan
pada material pengikat yang berada di bawahnya [umumya beton semen portland, lapis
pondasi rekat (cemented base) dan lapis pondasi aspal (asphalt
base)].
b.
Terjadi beda penurunan antara timbunan,
galian atau bangunan.
c.
Desakan akar pohon-pohonan.
d.
Pemasangan bangunan layanan umum.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
c.
Retakan dengan celah yang terlalu besar
memungkinkan air masuk ke lapis pondasi dan tanah-dasar, sehingga melemahkan
lapisan pendukung perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Panjang retak yang dominan.
c.
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan atau penutupan retakan
didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya secara pendekatan, tingkat
kerusakan perkerasan
4. Retak Berkelok-kelok (Meandering Cracks)
Retak berkelok-kelok
adalah retak yang tidak saling berhubungan, polanya tidak teratur, dan arahnya
bervariasi biasanya sendiri-sendiri
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Penyusutan material di bawah material
rekat atau material butiran halus tertentu.
b.
Pelunakan tanah di pinggir perkerasan
akibat kenaikan kelembaban,atau terjadi beda penurunan antara
timbunan, galian atau struktur
c.
Pengaruh akar tumbuh-tumbuhan.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggi kenyamanan dan keselamatan
lalu-lintas.
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
c.
Retakan dengan celah yang terlalu besar
memungkinkan air masuk ke lapis pondasi dan tanah-dasar, sehingga melemahkan
lapisan pendukung perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Panjang retak yang dominan.
c.
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan atau penutupan retakan
didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya
. Retak reflektif sambungan (joint reflective cracks)
Kerusakan ini umumnya
terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah dihamparkan di atas
perkerasan beton semen portland (Portland Cement Concrete, PCC). Retak terjadi
pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam
perkerasan beton lama yang berada di bawahnya. Jadi, retakan ini terjadi pada
lapis tambahan dalam perkerasan aspal, di mana retak pada lapisan lama belum
sempurna diperbaiki Pola retak dapat ke arah memanjang, melintang, diagonal
atau membentuk blok. Retak reflektif pada sambungan tidak termasuk retak
reflektif dari lapis pondasi (stabilisasi kapur atau semen). Retakan ini dapat
disebabkan oleh perubahan suhu atau kelembaban yang mengakibatkan pelat beton
di bawah lapisan aspal bergerak. Jadi, retak semacam ini bukan dari akibat
pengaruh beban lalu-lintas. Namun, beban lalu-lintas dapat memecahkan permukaan
aspal disekitar retakan. Jika perkerasan menjadi terpecah-pecah di sepanjang
retakan, maka retak ini disebut gompal (spoiling).
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Gerakan vertikal atau horizontal pada
lapisan dibawah lapis tambahan, yang timbul akibat ekspansi dan kontraksi saat
terjadi perubahan temperatur atau kadar air.
b.
Gerakan tanah pondasi.
c.
Hilangnya kadar air dalam tanah-dasar
yang kadar lempungnya tinggi.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
lalu-lintas.
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Panjang retak yang dominan.
c.
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan atau penutupan retakan
didasarkan pada ukuran dan tingkat kerusakannya.
6. Retak blok (block cracks)
Retak blok ini berbentuk blok-blok besar yang saling
bersambuitgan, dengan ukuran sisi blok 0,20 sampai 3 meter, dan dapat membentuk
sudut atau pojok yang tajam. Kerusakan ini bukan karena beban lalu-lintas.
Kesulitan sering terjadi untuk membedakan apakah retak blok disebabkan oleh
perubahan volume di dalam campuran aspal atau di dalam lapis pondasi (base)
atau tanah-dasar. Retak blok biasanya terjadi pada area yang luas pada
perkerasan aspal, tapi kadang-kadang hanya terjadi pada area yang jarang
dilalui lalu-lintas. Tipe kerusakan ini, berbeda dengan retak kulit buaya yang
bentuknya lebih kecil, dan lebih banyak pecahan-pecahan dengan sudut tajam.
Selain itu, retak kulit buayalebih banyak disebabkan oleh beban kendaraan yang
berulang-ulang, yang dengan demikian kerusakan ini hanya terjadi pada jalur
lalu-lintasan roda.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Perubahan volume campuran aspal yang
mempunyai kadar agregat halus tinggi dari aspal penetrasi rendah dan agregat
yang mudah menyerap (odsorptive aggregate).
b.
Pengaruh siklus temperatur harian dan
pengerasan aspal.
c.
Sambungan dalam lapisan beton yang
berada di bawahnya.
d.
Retak akibat kelelahan (fatigue) dalam
lapisan aus aspal.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
lalu-lintas.
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Lebar sel yang dominan.
c.
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Retak dapat ditutup dengan larutan
pengisi. Retak yang besar diisi dengan larutan emulsi aspal
yang diikuti dengan penanganan permukaan atau larutan pengisi.
b.
Pengkasaran dengan pemanas (heater
scarify) dan lapis tambahan (overlay).
7. Retak kulit buaya (alligator cracks)
Retak kulit buaya
adalah serangkaian retak memanjang paralel yang membentuk banyak sisi
menyerupai kulit buaya dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm.
Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu-lintas berulang-ulang.
Retak dimulai dari bagian bawah permukaan aspal (atau pondasi yang
distabilisasi), di mana tegangan dan regangan tank sangat besar di bawah beban
roda. Retak merambat ke permukaan, awalnya berupa suatu
rangkaian retak-retak memanjang. Sesudah dibebani berulang-ulang, retak
saling berhubungan satu sama lain. Pecahan-pecahan, umumnya berukuran kurang
dari 0.6 ni pada nisi terpanjangnya. Retak kulit buaya terjadi hanya pada
daerah yang dipengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang,
seperti pada lintasan roda. Karena itu, retak ini tidak menyebar ke seluruh
area perkerasan, kecuali jika pola lalu-lintasnya juga menyebar. Pada lokasi
retak, mungkin diikuti atau tidak diikuti oleh penurunan, dan dapat terjadi di
mana saja dalam area permukaan perkerasan. Kesulitan terbesar dalam mengukur
retak kulit buaya adalah karena dua atau tiga tipe tingkat kerusakan sering
muncul di dalam satu area rusak. Bila beda tingkat kerusakan tidak bisa
dipisahkan, seluruh area harus diasumsikan mempunyai tingkat kerusakan
tertinggi yang ada di lokasinya.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Defleksi berlebihan dari permukaan
perkerasan.
b.
Gerakan satu atau lebih lapisan yang
berada di bawah.
c.
Modulus dari material lapis pondasi
rendah.
d.
Lapis pondasi atau lapis aus terlalu
getas.
e.
Kelelahan (fatigue) dari permukaan.
f.
Pelapukan permukaan, tanah-dasar atau
bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang stabil.
g.
Bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh
air, karena air tanah naik.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
laiu-lintas.
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Lebar sel yang dominan.
c.
Luas daerah kerusakan.
Pilihan cara perbaikan
a.
Penambalan parsial atau di seluruh
kedalaman.
b.
Jika tingkat kerusakan ringan,
pemeliharaan sementara seperti menutup dengan larutan penutup (slurry seal)
atau penanganan permukaan yang lain. Penambalan dapat membantu sebelum
perbaikan permanen dilakukan. Penutupan retakan dengan pengisi tidak
begitu efektif untuk perbaikan retak kulit buaya.
c.
Lapisan tambahan.
8. Retak slip (slippage cracks) atau retak bentuk bulan sabit
Retak selip atau retak
yang berbentuk bulan sabit yang diakibatkan oleh gaya-gaya horizontal yang
berasal dari kendaraan. Retak ini diakibatkan oleh kurangnya ikatan antara
lapisan permukaan dengan lapisan dibawahnya,sehingga terjadi penggelineiran.
Jarak retakan sering berdekatan dan berkelompok secara paralel.
Retakan ini sering terjadi pada tempat-tempat kendaraan mengerem, yaitu pada
saat turun dan bukit.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Kurangnya ikatan lapisan permukaan
dengan lapisan dibawahnya. Hal ini dapat disebabkan oleh debu, minyak, karet,
kotoran, air atau bahan lain yang tidak adhesif yang berada diantara lapis aus
(wearing course) dan lapisan di bawahnya. Biasanya, buruknya ikatan terjadi
akibat tidak digunakannya tack coat atau prime coat dengan lapisan tipis aspal
pada agregat pondasi (base).
b.
Campuran terlalu banyak kandungan
pasimya
c.
Pemadatan perkerasan kurang.
d.
Tegangan sangat tinggi akibat pengereman
dan percepatan kendaraan.
e.
Lapis aus di permukaan terlalu tipis.
f.
Modulus lapis pondasi (base) terlalu
rendah.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan dan keselamatan
lalu-lintas.
b.
Retak meluas ke seluruh area perkerasan
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Lebar retak yang dominan.
b.
Luas daerah kerusakan.
Cara perbaikan
a.
Membongkar lapisan aspal yang rusak,
kemudian dilakukan penambalan permukaan.
9. Retak halus (hair cracking)
Retak halus (hair
cracking) lebar celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm, penyebab adalah bahan
perkerasan yang kurang baik, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis
permukaan kurang stabil. Retak halus ini dapat meresapkan air ke dalam lapis
permukaan. Untuk pemeliharaan dapat dipergunakan lapis latasir, atau buras. Dalam
tahap perbaikan sebaiknya dilengkapi dengan perbaikan sistem drainase. Retak
rambut dapat berkembang menjadi retak kulit buaya.
10. Retak susut (shrinkage cracks)
Retak susut (shrinkage
cracks), retak yang saling bersambungan membentuk kotak-kotak besar dengan
sudut tajam. Retak disebabkan oleh perubahan volume pada lapisan permukaan yang
memakai aspal dengan penetrasi rendah, atau perubahan volume pada lapisan
pondasi dan tanah dasar. Perbaikan dapat dilakukan dengan mengisi celah dengan campuran
aspal cair dan pasir dan melapisi dengan burtu.
C. Kerusakan di Pinggir
Perkerasan
Kerusakan di pinggir
perkerasan adalah retak yang terjadi di sepanjang pertemuan antara permukaan
perkerasan aspal dan bahu jalan, lebih-lebih bila bahu jalan tidak ditutup
(unsealed). Kerusakan ini terjadi secara lokal atau bahkan bisa memanjang di
sepanjang jalan, dan sering terjadi di salah satu bagian jalan, atau sudut.
Mengacu pada AUSTROADS (1987), kerusakan di pinggir perkerasan aspal dapat
dibedakan menjadi:
1. Retak pinggir (edge cracking)/pinggir pecah (Edge Breaks)
Retak tepi biasanya
terjadi sejajar dengan tepi perkerasan dan berjarak sekitar 0,3-0,5 m dari tepi
luar. Akibat pecah pinggir perkerasan,maka bagian ini menjadi tidak beraturan.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Kurangnya dukungan dari arah lateral
(dari bahu jalan).
b.
Drainase kurang baik.
c.
Kembang susut tanah di sekitarnya.
d.
Bahu jalan turun terhadap permukaan
perkerasan.
e.
Seal coat lemah, adhesi permukaan ke
lapis pondasi (base)hilang.
f.
Konsentrasi lalu-lintas berat di dekat
pinggir perkerasan.
g.
Adanya pohon-pohonan besar di dekat
pinggir perkerasan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan bergantung pada tingkat
kerusakannya. Jika bahu jalan tidak mendukung pinggir perkerasan, maka material
yang buruk dibongkar dan digantikan dengan material baik yang dipadatkan.
b.
Jika air menjadi faktor penyebab
kerusakan pecah, maka harus dibuatkan drainase.
c.
Penutupan retakan/penutupan permukaan.
d.
Penambalan parsial.
2. Jalur/Bahu turun (Lane/Shoulder Drop-Off)
Jalur/bahu jalan turun
adalah beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu jalan. Bahu jalan turun
relatif terhadap pinggir perkerasan.Hal ini tidak dipertimbangkan penting bila
selisih tinggi bahu dan perkerasan kurang dari 10 sampai 15 mm.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Lebar perkerasan kurang.
b.
Bahu jalan dibangun dengan material yang
kurang tahan terhadap erosi dan abrasi.
c.
Penambahan lapis permukaan tanpa diikuti
penambahan permukaan bahu jalan.
Cara perbaikan
a.
Untuk beda tinggi yang rclatif kccil dan
bahu jalan berupa aspal, maka campuran aspal panas (hot mix) dapat
ditempatkanpada bagian yang elevasinya berbeda.
b.
Untuk beda tinggi yang besar, bahu jalan
hams ditinggikan dengan menghamparkan lapis tambahan (overlay).
c.
Jika penyebabnya adalah drainase yang
buruk, maka dibuatkan lagi drainase yang baik.
d.
Jika bahu jalan tidak diperkeras, maka
dibongkar dan material jelek diganti dengan material yang bagus dan dipadatkan.
D. Kerusakan Tekstur
Permukaan
Kerusakan tekstur
permukaan merupakan kehilangan material perkerasan secara berangsur-angsur dari
lapisan pennukaan ke arah bawah. Perkerasan nampak seakan pecah menjadi
bagian-bagian kecil, seperti pengelupasan akibat terbakar sinar matahari, atau
mempunyai garis-garis goresan yang sejajar. Butiran lepas dapat terjadi di atas
seluruh permukaan, dengan lokasi terburuk di jalur lalulintas. Beberapa
kerusakan yang tidak diperbaiki, dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas
struktur perkerasan. Kerusakan tekstur permukaan aspal dapat dibedakan menjadi:
1. Pelapukan dan Butiran Lepas (Weathering and Raveling)
Pelapukan dan butiran
lepas (raveling) adalah disinegrasi permukaan perkerasan aspal melalui
pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan, berawal dari permukaan
perkerasan mentijil ke bawah atau dari pinggir ke dalam. Butiran agregat
berangsur-angsur lepas dari permukaan perkerasan, akibat lemahnya pengikat
antara partikel agregat. Biasanya,
partikel halus dari agregat lepas lebih dulu,
kemudian baru disusul partikel yang lebih nesar. Kerusakan ini biasanya terjadi
pada lintasan roda. Lepasnya butiran, biasanya terjadi akibat beban lalu-lintas
di musim hujan, yaitu ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi (Whiteoak,
1991). Selain itu, lepasnya butiran juga dapat disebabkan oleh aksi abrasif
dari ban kendaraan, khususnya di perempatan jalan dan tempat parkir (Lavin,
2003).
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Campuran material aspal lapis permukaan
kurang baik.
b.
Melemahnya bahan pengikat dan/atau
batuan.
c.
Pemadatan kurang baik, karena dilakukan
pada musim hujan.
d.
Agrcgat hydrophilic (agregat mudah
menyerap air).
Cara perbaikan
a.
Perawatan permukaan dengan menggunakan
chip .vcal atau slurry seal.
2. Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Kegemukan adalah hasil
dari aspal pengikat yang berlebihan, yang bermigrasi ke atas permukaan
perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu rendahnya kadar udara
dalam campuran, dapat mengakibatkan kegemukan. Kegemukan juga menyebabkan
tenggelamnya agregat (parsial maupun keseluruhan) ke dalam pengikat aspal yang
menyebabkan berkurangnya kontak antara ban kendaraan dan batuan. Kerusakan ini
menyebabkan permukaan jalan menjadi licin. Pada temperatur tinggi, aspal
menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Pemakaian kadar aspal yang tinggi pada
campuran aspal.
b.
Kadar udara dalam campuran aspal terlalu
rendah.
c.
Pemakaian terlalu banyak aspal pada
pekerjaan prune coat atau tack coat.
d.
Pada tambiilan, terlalu banyaknya aspal
di bawah permukaan tambalan.
e.
Aeregat terpenetrasi ke dalam lapis
pondasi, sehingga lapis pondasi menjadi lemah.
Cara perbaikan
a.
Pemberian pasir panas atau batu caring
panas untuk mengimbangi kelebihan aspal.
b.
Jika kegemukan ringan, perawatan
dilakukan dengan agregat seal coat, dengan menggunakan agregat yang mudah
menyerap.
3. Agregat licin / Aus (polished aggregate)
Agregat licin adalah
licinnya permukaan bagian alas perkerasan, akibat ausnya agregat di permukaan,
Kecenderungan perkerasan menjadi licin dipengaruhi oleh sifat-sifat geologi
dari agregat. Akibat pelicinan agregat oleh lalu lintas, aspal pengikat akan
hilang dan permukaan jalan menjadi iicin, terutama sesudah hujan, sehingga
membahayakan kendaraan.
Faktor penyebab kerusakan
a.
Agregat kasar di permukaan beton tidak
tahan aus, berbentuk bulat dan licin, tidak berbentuk kubikal. Beberapa
agregat, khususnya batu gamping. menjadi halus oleh pengaruh lalu-lintas.
b.
Beberapa macam kerikil yang secara
alarmi permukaannya halus, jika digunakan untuk permukaan perkerasan tanpa
memecahnya, maka akan menyebabkan gangguan kekesatan permukaan jalan. Agregat
halus ini menjadi licin bila basah oleh air hujan.
Cara perbaikan
a.
Pelapisan ulang (overlay) tipis.
b.
Membersihkan bahan-bahan yang bisa
membuat aus agregat dilapisan permukaan
c.
Penghamparan lapis tambahan (overlay).
4. Stripping
Stripping adalah suatu
kondisi hilangnya agregat kasar dari bahan penutup yang disemprotkan, yang
menyebabkan bahan pengikat dalam kontak Iangsung dengan ban. Pada saat musim
panas, aspal dapat tercabut dan melekat pada ban kendaraan.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Kandungan pengikat terlalu sedikit.
b.
Pengikat tidak mengikat batuan dengan
baik (kotor, Agregrat hydrophylic, batuan basah).
c.
Penyerapan pengikat.
d.
Kerusakan/ausnya batuan.
e.
Pencampuran pengikat kurang baik.
f.
Pemadatan
kurang.
Cara perbaikan
a.
Penghamparan lapis tambahan (overlay)
tipis.
E. Lubang (Potholes)
Lubang adalah lekukan
permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan aus dart material lapis pondasi
(base). Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya berdiameter kurang dari 0.9 m
dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan kerusakan permukaan lainnya.
Lubang bisa terjadi akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan
yang telah ada. Lubang, umumnya mempunyai tepi yang tajam dan
mendekati vertikal. Lubang ini terjadi ketika beban lalu-lintas menggerus
bagian-bagian kecil dari permukaan perkerasan, sehingga air bisa masuk. Air
yang masuk kc dalam lubang dan lapis pondasi ini mempercepat kerusakan jalan.
Jika lubang pada perkerasan diciptakan oleh akibat retak kulit buaya yang
sangat parah, maka kerusakan ini harus diidentifikasikan sebagai kerusakan
lubang (pothole) dan bukan kerusakan tipe pelapukan(weathering) (Shahin,1994).
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Campuran material lapis permukaan yang
kurang baik.
b.
Air masuk ke dalam lapis pondasi lewat
retakan di permukaan perkerasan yang tidak segera ditutup.
c.
Beban lalu-lintas yang mengakibatkan
disintegrasi lapis pondasi.
d.
Tercabutnya aspal pada lapisan aus
akibat melekat pada ban kendaraan.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan permanen dilakukan dengan
penambalan diseluruh kedalaman.
b.
Perbaikan sementara dilakukan dengan
membersihkan lubang dan mengisinya dengan campuran aspal dingin yang khusus
untuk tambalan
F. Tambalan dan galian utilitas (patching and utility cut patching)
Tambalan (patch)
adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami perbaikan. Kerusakan tambalan
dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya kenyamanan kendaraan (kegagalan
fungsional) atau rusaknya struktur perkerasan. Rusaknya tambalan menimbulkan
distorsi, disintegrasi, retak atau terkelupas antara tambalan dan permukaan
perkerasan asli. Kerusakan tambalan dapat terjadi karena permukaan yang menojol
atau ambles terhadap permukaan permukaan perkerasan. Jika kerusakan terjadi
pada tambalan maka kerusakan tersebut belum tentu disebabkan oleh lapisan yang
utuh.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Amblesnya tambalan umumnya disebabkan
oleh kurangnya pemadatan material urugan lapis pondasi (base) atau tambalan
material aspal.
b.
Cara pemasangan material bawah buruk.
c.
Kegagalan dari perkerasan di bawah
tambalan dan sekitarnya.
Cara perbaikan
a.
Perbaikan atau penggantian tambalan di
seluruh kedalaman untuk perbaikan permanen.
b.
Dilakukan penambalan permukaan untuk
perbaikan sementara.
G. Persilangan jalan rel
(railroad crossing)
Kerusakan pada
persilangan jalan rel dapat berupa ambles atau benjolan di sekitar dan/atau
antara lintasan rel.
Faktor penyebab
kerusakan
a.
Amblesnya perkerasan, sehingga timbul
beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan rel.
b.
Pelaksaaan pekerjaan perkerasan atau
pemasangan jalan rel yang buruk.
Resiko lanjutan
a.
Mengganggu kenyamanan kendaraan.
Data yang diperlukan
untuk perbaikan
a.
Luas dari persilangan diukur. Sembarang
tonjolan besar yang diakibatkan oleh lintasan rel harus dianggap sebagai bagian
dari persilangan.
Cara perbaikan
a.
Penambalan parsial atau di seluruh
kedalaman.
b.
Rekonstruksi persilangan jalan rel.
Gambar G. Persilangan jalan rel (railroad
crossing)
H. Erosi Jet Blast (Jet
Blast Erosion)
Erosi jet blast adalah kerusakan perkerasan beton aspal pada bandara.
Kerusakan ini menyebabkan area permukaan aspal menjadi gelap, ketika pengikat
aspal telah terbakar atau terkarbonisasi. Area terbakar lokal mempunyai
kedalaman yang bervariasi sampai sekitar ½ in (12.7 mm) (Shahin, 1994). Erosi
jet blast diukur dalam satuan luas, feet persegi atau meter persegi.
Gambar H. Erosi Jet Blast (Jet
Blast Erosion)
I. Tumpahan Minyak (Oil Spillage)
Tumpahan minyak adalah
kerusakan atau pelunakan permukaan perkerasan aspal di bandara yang disebabkan
oleh tumpahan minyak, pelumas, atau cairan yang lain. Tipe kerusakan seperti
ini, terutama tcrjadi pada perkerasan beton aspal di bandara. Kerusakan diukur
dalam satuan luas, feet persegi atau meter persegi.
Gambar I. Tumpahan Minyak (Oil Spillage)
J. Konsolidasi atau Gerakan Tanah Pondasi
Penurunan konsolidasi tanah di bawah timbunan menyebabkan distrorsi
perkerasan. Perkerasan lentur yang dibangun di atas kotoran atau tanah gambut,
akan memunculkan area yang ambles. Kegagalan urugan juga menyebabkan retak yang
berbentuk setengah lingkaran di permukaan perkerasan. Retak yang biasanya
berbentuk setengah lingkaran, ataupola memanjang pada perkerasan yang berada di
atas timbunan harus diselidiki kemungkinan adanya ketidakstabilan lereng.
Gerakan akibat mampatnya lapisan tanah lunak, tidak dipengaruhi oleh tebal
lapis pondasi (base) atau perkerasan. Gerakan ini ditandai dengan gerakan turun
perlahan. Kerusakan semacam ini dapat diperbaiki dengan meletakkan lapisan
perata, sehingga kualitas kerataan perkerasan dapat dikembalikan ke kondisinya
semula.
Gambar J. Konsolidasi atau Gerakan Tanah
Pondasi
Kerusakan jalan bisa
disebabkan oleh banyak faktor. Bisa faktor internal maupun faktor eksternal.
a. Faktor internal diantaranya:
· Desain yang kurang tepat
· Bahan dan Material di
lokasi yang belum memenuhi standar. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengolahan bahan
yang tidak baik
· Waktu Pelaksanaan yang kurang/terburu-buru
· Pelaksanaan yang kurang menjaga mutu
b. Faktor eksternal diantaranya:
·
Kondisi tanah dasar yang tidak stabil.
Kemungkinan disebabkan oleh sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat
juga disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang jelek.
·
Air yang berada di jalan, bisa di dalam
tanah dan perkerasan maupun di atas perkerasan aspal seperti banjir dan
genangan. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang
tidak baik, naiknya air akibat sifat kapilaritas
·
Lalu lintas, yang dapat berupa
peningkatan beban dan repetisi beban. Kelebihan beban atau bahasa kerennya
overload.
·
Iklim, Indonesia beriklim tropis dimana
suhu udara dan curah hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu
penyebab kerusakan jalan.
·
Proses pemadatan lapisan di atas tanah
dasar yang kurang baik
Dalam mengevaluasi
kerusakan jalan perlu ditentukan :
a) Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya
b) Tingkat kerusakan (distress severity)
c) Jumlah kerusakan (distress amount)
Hal-hal yang pelu
diperhatikan untuk menjaga konstruksi jalan yang terbangun tetap baik:
a. Perlu adanya sosialisasi kepada pengguna jalan tentang korelasi beban
muatan kendaraan dengan faktor penyebab kerusakan jalan.
b. Perlu adanya kesadaran dan kerjasama antara Dinas Perhubungan dengan Dinas
Pekerjaan Umum dalam mengendalikan pelanggaran terkait kelebihan muatan
kendaraan yang melintasi suatu ruas jalan.
c. Perlu kesadaran bagi pemangku kebijakan akan pentingnya kegiatan
pemeliharaan jalan secara berkala, sehingga tidak menunggu jalan tersebut rusak
parah baru dianggarkan, pemeliharaan jalan jauh lebih ekonomis dari pada
memperbaiki jalan yang sudah rusak parah.
2.4 Pavement Condition
Index (PCI)
Pavement Condition
Index (PCI) adalah sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis,
tingkat dan luas kerusakan yang terjadi dan dapat digunakan sebagai acuan dalam
usaha pemeliharaan (Christady, 2008). Nilai PCI ini memiliki rentang 0-100
dengan kriteria 0-10 (gagal), 10-25 (sangat buruk), 25-40 (buruk), 40-55
(sedang), 55-70 (baik), 70-85 (sangat baik) dan 85-100 (sempurna). Tingkat
kerusakan terdiri dari low severity level (L), medium severity level (M) dan
high severity level (H).
a) Kadar kerusakan (density)
Kadar kerusakan
merupakan persentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu
unit segmen.
(1)
Atau :
(2)
Keterangan:
Ad = luas total jenis
kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)
Ld = panjang total
jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)
As = luas total unit
sampel (m2)
b) Nilai pengurangan
(deduct value)
Deduct value adalah
nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan
antara density dan deduct value.
c) Total deduct value
(TDV)
TDV adalah nilai total
dari individual deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan
yang ada pada suatu unit sampel.
d) Nilai alowable maximum
deduct value (m)
Sebelum ditentukan
nilai TDV dan CDV, nilai deduct value perlu dicek untuk mengetahui apakah nilai
tersebut dapat digunakan dalam perhitungan selanjutnya. Nilai m dapat dihitung
menggunakan persamaan :
(3)
Keterangan :
m = nilai koreksi
untuk deduct value
HDVi = nilai terbesar
deduct value dalam satu unit sampel
e) Corrected deduct value
(CDV)
Diperoleh dari kurva
hubungan antara nilai TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva
sesuai dengan jumlah deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2
(disebut juga dengan nilai q). Jika nilai CDV diketahui, maka nilai PCI untuk
tiap unit sampel dapat dihitung menggunkan persamaan :
(4)
Keterangan :
PCI(s) = nilai kondisi
untuk tiap unit sampel
CDVmaks = nilai CDV
terbesar untuk tiap unit sampel
untuk nilai PCI secara
keseluruhan :
(5)
Keterangan :
PCI = nilai kondisi
perkerasan secara keseluruhan
N = jumlah data
Komentar
Posting Komentar